Kehidupan Zaman Berburu dan Mengumpulkan Makanan
a. Kepercayaan
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, manusia purba telah percaya adanya kekuatan-kekuatan gaib, seperti animisme, dinamisme, dan totemisme. Keyakinan akan adanya dunia arwah terlihat dari arah penempatan kepala mayat yang diarahkan ke tempat asal atau tempat bersemayamnya roh nenek moyang. Tempat yang biasanya diyakini sebagai tempat roh nenek moyang adalah arah matahari terbit atau terbenam dan tempat-tempat yang tinggi misalnya, gunung dan bukit.
Bukti-bukti mengenai hal itu terlihat dari hasil penggalian kuburan-kuburan kuno di beberapa tempat, seperti Bali. Praktik-praktik kepercayaan animisme terlihat dalam penyelenggaraan upacara-upacara yang berhubungan dengan kematian. Penyelenggaraan upacara kematian dilandasi dengan kepercayaan, bahwa suatu kematian itu pada dasarnya tidak membawa perubahan dalam kedudukan, keadaan, dan sifat seseorang
b. Kehidupan Sosial Budaya
Pada masa ini telah terjadi pembagian tugas. Kelompok laki-laki melakukan perburuan,sedangkan kelompok perempuan mengumpulkan,meramu makanan, mengurus anak, dan mengaja anaknya dalam meramu makanan. Ikatan kelompok pada masa ini sangat penting untuk mendukung berlangsungnya kegiatan bersama. Kelompok ini biasanya tersusun dari beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 20 hingga 50 orang Makanan diperoleh dengan cara berburu, mengumpulkan buah-buahan, ubi-ubian, dan
menangkap ikan. Hidup dalam kelompok-Kelompok Kecil agar mampu mengnadapi segala macam tantangan atau ancaman. Masa inilah yang disebut masa food gathering (mencari dan mengumpulkan makanan) dengan Sistem niaup berplndan-pindah (nomaden).
Pada umumnya mereka bergerak tidak terlalu jauh dari Sungal-sungai, danau atau sumber-sumber air yang lain, karena Dinatang buruan selalu berkumpul di dekat sumber alr. Ada pula kelompok-kelompok
yang bertempat tinggal ai daeran pantai, makanan utamanya berupa Kerang dan ikan laut.
Kelompok yang bergerak lebih ke pedalaman lagi,sisa-sisa budayanya sering ditemukan ai dalam gua gua disebut cavemen (orang gua) atau ceruk-ceruk batu yang mereka singgahi dan untuk tempat tinggal
sementara dalam pengembaraan mereka. Gua-gua ini terletak pada lereng-lereng bukit yang cukup tinggi, sehingga untuk memasuki gua-gua itu diperlukan tangga-tangga yang dapat ditarik ke dalam gua.
C. Kehidupan Ekonomi
Pada masa ini sungai memiiki peran yang penting, dengan cara menyusuri Sungai mereka bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mencari makanan. Namun, pada masa ini manusia Purba belum mengenal alat pelayaran sungai. Mereka belum mengenal Cara memasak makanan. Untuk memasak makanan diperlukan api, namun belum dipastikan sejak Kapan manusia rnulai menggunakan api dalam kehidupannya.
d. Kehidupan Teknologi
Penguasaan manusia terhadap teknologi masih sangat sederhana dan berkaitan erat dengan kebutuhan dasar manusia pada saat itu. Setelah manusia menetap di gua-gua, mereka mempunyai kesempatan untuk mengembangkan daya imajinasinya dan keterampilan membuat alat-alat. Pembuatan alat-alat dari bahan batu, kayu, maupun tulang-tulang hewan masih sangat sederhana dalam bentuk maupun cara pembuatannya. Hasil budaya fisik pada saat itu berupa alat-alat dari batu, yang oleh para ahli dianggap sebagai tahap awal dari manusia menguasai satu bentuk teknologi sederhana yang disebut teknologi palaeolitik. Di Indonesia, dikelompokkan dalam dua tradisi, yaitu tradisi kapak perimbas dan tradisi alat serpih.
Alat-alat perburuan yang memainkan peranan penting pada masa itu, berupa gada dari Kayu atau tulang, tombak kayu, dan jebakan-jebakan kayu. Cara-cara lain dengan membuat jebakan berupa lubang-lubang atau dengan cara menggiring hewan buruan ke arah jurang yang terjal. Dengan melihat ciri-ciri tertentu, alat-alat yang terbuat dari batu ini digolongkan menjadi empat, yaitu Kapak perimbas, Kapak penetak, pahat genggam, dan kapak genggam awal.
Beberapa daerah penyebaran kapak perimbas adalah di daerah Punung, Gombong, Jampang Kulon, dan Pangi (Jawa).DiSumatra, kapak penmbas ditemukan di daeranhlambangsawah, Lahat, dan Kalianda. Di Sulawesi Kapak ini ditemukan di daerah Cabbenge. Jenis kapak perimbas ini Juga ditemukan di negara-negara Asia yang lain, seperti Pakistan, Bima, Malaysia, Cina, Thailand, Filipina dan Vietnam. Ada pula alat-alat serpih yang berukuran Kecil yang diduga digunakan sebagai pisau, gurdi, atau penusuk. Dengan alat itu manusia purba dapat mengupas, memotong dan mungkin juga menggali umbi-umbi.
Kapak genggam Sumatra atau pebble ditemukan tersebar di pantai timur Sumatra terutama di daerah Lhokseumawe, Tamiang, Binjai, di bukit-bukit kerang di Aceh, dan di Sangiran, Jawa Tengah. Bahan yang digunakan adalah batu andesit dibuat dengan pemangkasan satu sisi atau dua sisi. Para ahli menganggap bahwa kapak genggam Sumatra ini mengikuti tradlsi pembuatan kapak genggam di daratan Asia.
Cara pembuatan alat-alat batu pada masa berburu dan meramu ingkat awal adalah pembuatan alat dilakukan dengan cara pemangkasan segumpal batu untuk memperoleh satu bentuk alat. Alat-alat serpih menjadi unsur pokok perkembangan budaya masyarakat, di antaranya Parigi, Gombong, Sangiran (Jawa lengah), Cabbenge (Sulawesi Selatan), Lanat (Sumatra), Jampang Kulon (Jawa Barat), dan Punung (Jawa limur).
Peralatan dari bahan tulang dan tanduk pada masa berburu dan meramu tingkat awal ini masih sangat terbatas hanya ada di satu tempat, yakni di Ngandong. Alat-alat dari tulang digunakan untuk sudip atau mata tombak yang bergerigi di kedua sisinya. Sedangkan, alat-alat dari tanduk menjangan digunakan untuk mengorek tanah karena di bagian ujung terdapat runcingan. Manusia pada masa ini Sudah melakukan upaya menjinakkan anjing untuk berburu. Hal itu terlihat dari temuan gigi anjing di gua Cakondo, Sulawesi Selatan. Mereka mengenal pula batu-batuan yang dapat dicairkan untuk dipergunakan sebagai cat. Pada beberapa gua yang diteliti ditemukan gambar-gambar pada dinding gua dan cat merah. Gambar-gambar itu adalah gambar jari-jari tangan atau binatang-binatang buruan. Gambar itu bukan semata-mata gambaran Kesenian, melalnkan bernubungan dengan ilmu Sihir untuk melumpunhkannya.
Penelitian pada alat-alat masa berburu dan mengumpulkan makanan, mula-mula dilakukan oleh Von Koenigswald di Punung (Kabupaten Pacitan, Jawa Timur). Alat-alat itu berupa kapak perimbas. Karena alat-alat semacam ini banyak ditemukan di Pacitan, maka disebut budaya Pacitan. Oleh Von Koenigswald, alat-alat batu semacam itu digolongkan sebagai alat-alat palaeolitik.
Kehidupan zaman Bercocok Tanam
a. Kepercayaan
Kepercayaan manusia purba masih bersifat animisme, dinamisme, dan totemisiie. Nalmur, Sudah meningkat dibandingkan masa sebelumnya. Pada masa ini dilakukan upacara-upacara penghormatan terhadap nenek moyang. Upacara yang paling mencolok adalah upacara pada waktu penguburan terutama bagi mereka yang dianggap terkemuka oleh masyarakat. Orang yang mati biasanya dibekali dengan bermacam-macam barang yang dipakai sehar-hari sepert periuk, perniasan, dan sebagainya yang dikubur bersama-sama.
Pada masa bercocok tanam, orang yang meninggal dunia mendapat penghormatan khusus. Ini dibuktikan dengan banyak ditemukannya benda-benda berupa susunan batu besar dalam berbagai bentuk dan biasanya disebut bangunan megalitikum. Jenis bangunan megalitik, di antaranya sebagai berikut:
- Dolmen
Dolmen dipergunakan sebagai peti mayat.Selain itu, Juga dipergunakan untuk meja, tempat untuk meletakkan sesaji. Di bawah dolmen sering ditemukan kubur batu. Ditemukan di Bondowoso, Jawa limur.
- Menhir
Menhir adalah tugu dari batu tunggal atau batu tegak yang didirikan untuk upacara menghormati roh nenek moyang. Menhir juga bisa dijadikan sebagai tanda peringatan serta melambangkan arwah nenek moyang. Menhir ada yang berdiri dalam satu kelompok. Ditemukan di Pasemah, Sumatra Selatan.
- Kubur batu
Kubur batu yang berupa peti batu yang terdin dari papan-papan batu yang lepas, yaitu dua sisi panjang, dua sisi lebar, lantai batu, dan diberi penutup dari batu pula. Berbeda dengan sarkofagus yang terbuat dari batu utuh menyerupai lesung batu yang diberi tutup. Sedangkan, kubur batu ini dibuat dari papan batu yang disusun berbentuk peti. Ditemukan di Kuningan, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara.
- Sarkotagus
Sarkofagus seperti juga dolmen berfungsi sebagai peti mayat dari batu. Di dalamnya ditemukan tulang-tulang manusia bersama dengan bekal kuburnya, seperti periuk-periuk, beliung persegi, perhiasan dari perunggu dan besi. Di Bali sarkotagus dianggap sebagai benda keramat. Sarkotagus adalah peti mayat dari batu (batu padas) berbentuk seperti lesung yang tertutup.
- Punden berundak
Punden berundak merupakan tempat pemujaan. Biasanya pada punden berundak ini didirikan menhir. Bangunan megalitik ini merupakan SUSunan batu yang berundak-undak. Ditemukan di Lebak, Sibedug, dan Banten Selatan.
- Arca Megalitik
Arca-arca megalitik menggambarkan manusia dan Dinatang. Binatang-binatang yang digambarkan berupa gajah, kerbau, harimau, dan monyet. Ditemukan di daerah Sumatra Selatan, Lampung, Jawa tengah, dan Jawa timur.
Bangunan-bangunan megalitikum tersebar di daerah-daerah Asia Tenggara yang sisa-sisanya dapat ditemukan di daerah-daerah Laos, Tonkin, Indonesila, Pasifik, sampai Polinesia. Tradisi megalitikum yang masih hidup hingga sekarang, antara lain terdapat di Assam, Birma (suku Naga, Khasi dan Ischim) dan beberapa daerah di lndonesia (Nias, Toraja, Flores, dan Sumba)
b. Kehidupan Sosial Budaya
Masyarakat telah menetap dan hioup lebih teratur. Kelompok-kelompok Perkampungan tumbuh menjadi kesatuan-kesatuan yang lebih besar, misalnya klan, marga dan sebagainya yang menjadi dasar masyarakat indonesia sekarang. Kehidupan masyarakat menjadi semakin Kompleks, mereka mulai memanfaatkan lahan-lahan terbuka sebagai tempat tinggal. Cara hidup berburu dan meramu secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan. Mereka memasuki tahapan baru, yaitu bercocok tanarm, ini merupakan peristiwa penting dalam sejarah perkembangan dan peradaban manusia. Kehidupan pada masa ini juga sudah mengenal sistem gotong royong dalam kehidupan bersifat agrans.
Pada tahapan berikutnya, kegiatan pertanian membutuhkan satu organisasi yang lebin luas yang berfungsi untuk mengelola dan mengatur Kegiatan pertanian tersebut. Dari organisasi itu Kemudian muncul organisasi masyarakat yang bersifat chiefdoms atau masyarakat yang Sudah berkepermimpinan. Dalam masyarakat yang demikian itu sudah dapat dibedakan antara permimpin dan yang dipimpin,
c. Kehidupan Ekonomi
Pada masa bercocok tanam, manusia sudah melakukat usaha Pertanian secara berpindah-pindah menurut Kesuburan tanah. Pertanian berbentuk perladangan dengan cara membakar hutan terlebih dahulu, Kemudian dibersihkan dan ditebarkan benih-benih tanaman Tumbuh-tumbuhan yang mula-mula ditanam adalah kacang-kacangan, mentimun, umbi-umbian, dan biji-bijian seperti jawawut, jenis padi, dan sebagainya.
Cara bercocok tanam pada masa ini adalah dengan berladang atau berhuma, yaitu dengan membuka hutan dan menanaminya. Dengan pengolahan tanah yang sangat sederhana, mereka menanami ladang dengan kedelai, ketela pohon, atau ubi jalar. Apabila ladang yang mereka tanami mulai berkurang kesuburannya, mereka membuka ladang baru dengan cara menebang menebang dan membakar bagian-bagian hutan yang lain. Alat-alat yang digunakan pada masa bercocok tanam masih terbuat dan bahan-bahan yang digunakan pada masa sebelumnya, yaitu dari batu, tulang binatang, tanduk dan kayu.
Mereka pun telah mulai memelihara binatang. Sejalan dengan kemampuan bercocok tanam, mereka telah berhasil membuat wadah berupa gerabah. wadah tersebut dibuat untuk menyimpan persediaan makanan. Kadang-Kadang gerabah itu diberi hiasan, kehidupan ekonomi masyarakat ini ditunjang juga dengan kegiatan berdagang dengan sistem barter. Barang yang diperdagangkan biasanya berupa gerabah, perhlasan, dan hasil laut.
d. Kehidupan Teknologi
Pada masa bercocok tanam dan tinggal menetap, misalnya sudah menguasai pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan usaha pertanian mereka. Teknologi pengairan sederhana pada waktu itu kemungkinan sudah dikuasai. Begitu juga pengetahuan mengenai iklim dengan memahami tanda-tanda alam untuk mengetahui kapan musim hujan dan kapan musim kemarau. Melihat alat-alat yang mereka kuasai, terutama kapak, dan terdapatnya bukti-bukti bahwa mereka sudah mengenal dan menemukan api, kemungkinan mereka sudah mengembangkan transportasi air, semula bentuk transportasi yang digunakan adalah rakit yang pembuatannya tidak terlalu sulit.
Masa bercocok tanam ini ditandai dengan berkembangnya kemahiran mengasah alat-alat batu dan pembuatan gerabah. Alat yang diasah adalah kapak batu dan beliung, serta mata panah dan mata tombak. Alat-alat batu yang berupa beliung persegi merupakan alat yang paling umum digunakan pada masa itu, terutama di kawasan Indonesia bagian barat.
Persebaran beliung dan beberapa variasinya terdapat di daerah Bengkulu, Palembang, Lampung (sumatra), Banten, bogor, cibadak, Bandung, Tasikmalaya, cirebon, pekalongan, Banyumas, Semarang, Kedu,Yogyakarta,Wonogiri, Punung, Surabaya, Madura, Malang, Besuki (jawa), Kalimantan, Sulawesi, Bali, Solor, Adonara, Ternate, Maluku, Sangihe dan Talaud. Beberapa tempat seperti Tasikmalaya, Bogor, Punung dan Palembang diperkirakan sebagai pusat pembuatan dan perbaikan beliung persegi.
Di Wilayah Indonesia Timur, seperti Sulawesı, Maluku, Flores, dan irian, berkembang pembuatan alat batu berupa kapak lonjong. Bentuk Kapak Lonjong ini, berbentuk lonjong tetapi pada bagian tajamnya agak runcing dan melebar. Tajaman kapak lonjong simetris atau dua sisi dan bahan yang digunakan untuk membuat Kapak lonjong kebanyakan dari batu kali berwarna Kehitam-hitaman. Beberapa alat ini seluruh permukaannya diasah halus.
3. Kehidupan Zaman Perundagian
a. Kepercayaan
Kepercayaan pada masa perundagian merupakan kelanjutan Kepercayaan pada masa bercocok tanam. Pada masa perundagian, terdapat Kepercayaan bahwa arwan nenek moyang mempunya pengaruh besar terhadap perjalanan hidup manusia dan masyarakatnya. Karena itu, arwah nenek moyang harus selalu diperhatikan dan dipuaskän melalui upacara-upacara.
Pada masa perundagian, untuk dapat berhadapan langsung dengan roh nenek moyang dibuatkan patung-patung nenek moyang, Pada patung-patung itulah roh nenek moyang bersemayam. Cara lain untuk berhadapan dengan roh nenek moyang ialah dengan jalan memanggilnya. Orang yang dapat memanggil roh adalah para dukun (Saman). Prakik itu disebut samanisme. Roh nenek moyang disebut juga hyang (eyang)
b. Kehidupan Sosial Budaya
Pada masa perundagian, masyarakat telah hidup di desa-desa di daerah pegunungan, dataran rendah, dan tepi pantai. Susunan masyarakatnya makin teratur dan terpimpin. Masyarakat dipimpin oleh ketua adat yang merangkap sebagai kepala daerah. Ketua adat dipilih oleh masyarakat, yaitu orang tua yang banyak pengetahuan dan pengalamannya mengenai adat dan berwibawa terhadap masyarakat. Kepala daerah yang besar wibawanya, kemudian membawahi kepala-kepala daerah lainnya dan makin besar kekuasaannya. la bertindak seperti seorang raja dan itulah permulaan timbulnya raja-raja di Indonesia.
c. Kehidupan Ekonomi
Pada zaman perundagian, kemampuan manusia dalam kegiatan ekonomi semakin maju. Kegiatan ekonomi makin beraneka ragam di antaranya pertanian, peternakan, membuat keranjang, membuat gerabah, bepergian ke tempat-tempat lain untuk menukar barang-barang yang tidak dihasilkan di desa tempat tinggalnya. Kegiatan mereka merupakan permulaan dari kegiatan perdagangan. Pada masa perundagian, dalam masyarakat timbul golongan-golongan para ahli dalam mengerjakan kegiatan tertentu, misalnya ahli mengatur upacara keagamaan, ahli pertanian, ahli perdagangan dan anli membuat barang-barang dan logam dan sebagainya. Pengetahuan dalam berbagai bidang meningkat. Ilmu tentang perbintangan dan Iklim telah dikuasai untuk mengetahul aran angin yang diperlukan dalam pelayaran dan pengaturan kegiatan-kegiatan dalam pertanian.
d. Kehidupan Teknologi
Pada zaman perundagian, tingkatan dan kemampuan orang-orang nusantara makin lama makin meningkat. Cara berpikir dan peningkatan kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari pun bertambah. Kebiasaan dan teknik membuat perkakas juga berkembang. Maka, pemakaian barang-barang yang dibuat dari bahan logam muncul. Secara berangsur angsur tradisi pemakaian alat-alat atau perkakas dari
batu mulai ditinggalkan orang. Berdasakan temuan barang-barang dari logam diperkirakan pada masa itu telah terjadi hubungan dagang antara bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa Asia (Asia lenggara) yang telah mengenal logam. Usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pribadinya mendorong ditemukannya peleburan bijih-bijih logam dan pembuatan benda-benda dan logam.
Masa perundagian merupakan tonggak timbulnya kerajaan-kerajaan di Indonesia, karena pada masa ini
kelompok-kelompok masyarakat yang terbentuk di desa-desa kecil membentuk kelompok yang lebih besar lagi, terutama dengan adanya penguasaan wilayah oleh orang yang dianggap terkemuka.Benda-benda yang dihasilkan pada masa perundagian, di antaranya:
- Gerabah, ditemukan di Kendeng Lembu (Banyuwangi), Klapadua (Bogor), Serpong (Tangerang), Kalumpang dan Minanga Sapakka (Sulawesi Tengah).
- Kapak corong, ditemukan di Inan Barat dan di Sentani.
- Kapak perunggu, ditemukan di Sumatra Selatan dan Jawa Timur.
- Bejana perunggu, ditemukan di Sumatra dan Madura
- Arca perunggu, ditemukan di Bangkinang, Riau, dan Bogor.
- Perhiasan, ditemukan di Bogor, Bal, dan Malang.
🙏Thank you For Reading
🌺Hopefully Useful
Tidak ada komentar:
Posting Komentar